Telegram, aplikasi perpesanan populer dengan hampir 950 juta pengguna di seluruh dunia, berada di bawah pengawasan ketat di India karena dugaan keterlibatannya dalam berbagai kegiatan kriminal, mulai dari kebocoran kertas ujian hingga penipuan keuangan.
Reputasi platform tersebut atas fitur privasi yang kuat, termasuk anonimitas dan pesan terenkripsi, sayangnya telah menjadikannya pusat operasi ilegal, yang mempersulit upaya penegak hukum untuk melacak dan mengadili pelanggar.
Peran Telegram dalam Kebocoran dan Skandal Soal Ujian
Dalam beberapa bulan terakhir, Telegram telah menjadi pusat beberapa skandal kebocoran kertas ujian yang terkenal di India.
Dari UGC-NET hingga NEET-UG dan ujian tingkat negara bagian seperti MPPSC, Telegram telah digunakan untuk menyebarkan kertas soal yang bocor, yang mengakibatkan pembatalan dan protes publik yang signifikan.
Kemampuan aplikasi untuk menyembunyikan identitas pengguna telah menjadikannya pilihan yang disukai untuk aktivitas seperti itu, di mana pelaku dapat tetap tidak terdeteksi oleh pihak berwenang.
Selain pelanggaran terkait ujian, Telegram juga terlibat dalam kejahatan serius lainnya.
Penipuan investasi, pemerasan, dan bahkan pornografi anak telah ditelusuri kembali ke kelompok yang beroperasi di platform tersebut.
Misalnya, penyelidikan terkini oleh Dewan Sekuritas dan Bursa India (SEBI) mengungkap skema manipulasi harga saham yang difasilitasi melalui Telegram, di mana seorang administrator grup memperoleh komisi besar dengan memengaruhi harga saham.
Demikian pula, laporan menunjukkan bahwa aplikasi tersebut telah digunakan untuk menipu individu, seperti kasus di Bhopal di mana penipu menyamar sebagai polisi dan memeras ₹38 lakh dari seorang dokter setempat.
Tingkat keparahan masalah ini telah mendorong pemerintah India untuk meluncurkan penyelidikan menyeluruh.
Pusat Koordinasi Kejahatan Dunia Maya India (I4C) dan Kementerian Elektronika dan Teknologi Informasi (MeitY) memimpin penyelidikan, dengan fokus khusus pada aktivitas kriminal seperti pemerasan dan perjudian yang difasilitasi melalui komunikasi peer-to-peer Telegram.
Penyelidikan tersebut dapat berujung pada pelarangan platform tersebut, tergantung pada temuannya, terutama karena Telegram tidak memiliki kehadiran fisik di India sehingga menyulitkan otoritas untuk menegakkan kepatuhan terhadap regulasi TI.
Penangkapan CEO Telegram Pavel Durov di Prancis
Situasi semakin meningkat setelah penangkapan CEO Telegram, Pavel Durov, di Paris pada 24 Agustus 2024.
Pihak berwenang Prancis menahan Durov karena platform tersebut gagal mengekang aktivitas kriminal, khususnya penyebaran materi pelecehan seksual anak.
Penangkapannya telah memicu perdebatan internasional, dengan tokoh-tokoh terkemuka di komunitas teknologi menyuarakan keprihatinan tentang implikasinya terhadap kebebasan berbicara dan privasi.
Walaupun Telegram telah menegaskan kembali bahwa pihaknya tidak dapat bertanggung jawab atas penyalahgunaan platformnya, investigasi yang sedang berlangsung di Prancis dan India menunjukkan bahwa tindakan regulasi yang lebih ketat mungkin tidak dapat dihindari.
Baca Juga: Siapakah Jefferson Bates? Influencer TikTok Jools LeBron Patah Hati Setelah Kehilangan Merek Dagang Akibat Slogan Viralnya 'Sangat Sadar, Sangat Sopan'